Tidore merupakan sebuah Kesultanan yang sangat mahsyur di masa lalu. Bersama Kesultanan Ternate, Tidore adalah bagian dari 4 Kerajaan besar yang berkuasa di Maluku utara. Tidore tidak hanya dikenal akan kebesaran Kerajaannya, namun juga kekayaan alam berupa rempah-rempah dan harga diri yang tinggi dari para penduduknya. Hingga kini, Tidore tidak hanya disegani oleh sesama kerajaan Maluku Utara, namun juga bangsa-bangsa lain yang pernah menjadi penjajah di Maluku Utara.
Kejayaan Tidore ini tidak lepas dari peran Kesultanan Tidore yang begitu besar di dalam perkembangan masyarakat kerajaan berbentuk pulau ini. Selama lebih dari 900 tahun, Kesultanan Tidore sudah membawa banyak perubahan dan pembangunan bagi rakyatnya ke arah yang lebih baik lagi. Selama berabad-abad inilah puluhan Sultan Tidore memerintah dari sebuah Istana Besar yang disebut Kedaton Kesultanan Tidore.
Kedaton ini sudah berdiri sejak abad ke-15. Pada waktu itu, pusat Kesultanan Tidore masih berada di Rum dengan bangunan yang masih bernama Kedaton Selawaring. Bangunan Kedaton ini pun masih belum sebesar saat ini, namun sudah memiliki pengaruh besar terhadap embrio sejarah perjuangan Kesultanan Tidore. Selanjutnya, Kedaton pun sempat dipindahkan ke wilayah Toloa dengan berbagai alasan yang sifatnya strategis. Kala itu, Kedaton di dalam pimpinan Sultan Alaudin Syah dan bernama Kedaton Biji Nagara.
Namun, selama lebih dari 24 tahun, aktivitas Kedaton kurang berkembang. Sang Sultan pun memerintahkan para penasehat Kerajaan untuk mencari jalan keluarnya. Akhirnya, para penasehat kerajaan pun menyimpulkan bahwa posisi Kedaton di Toloa lah yang menjadi penyebabnya. Mereka menilai bahwa seharusnya Kerajaan berada di wilayah matahari terbit. Maka sang Sultan pun mengambil keputusan untuk memindahkan Kedaton ke wilayah Soasio dan mengganti nama Kedaton menjadi Kedaton Kie yang berarti gunung.
Lokasi pemindahan ini menjadi lokasi terakhir Kedaton hingga kini. Kedaton Kie juga sudah melewati banyak sekali masa pasang surut, termasuk masa dimana Kedaton ditinggalkan selama kurang lebih 42 tahun karena ulah Belanda. Pada masa awalnya, Kedaton Kie hanya terbuat dari dinding bambu dan alang-alang sebagai atap, namun seiring perkembangan jaman Kedaton pun melewati beberapa kali renovasi hingga menjadi seperti sekarang yang kokoh berdiri di bawah pondasi beton, berdinding bata, dan beratapkan genting dan seng. Namun demikian, bentuk Kedaton pun masih dipertahankan sesuai bentuk pertama ketika dibangun, hanya saja mendapat beberapa tambahan bangunan sesuai kebutuhan.
Kedaton Kie berada sangat dekat dengan pusat kota. Bangunan ini berada di sebuah bukit yang langsung menghadap lautan dengan tujuan mempermudah proses pengawasan musuh yang mengancam. Kedaton ini dilengkapi dengan sebuah lapangan besar yang disebut dengan Sonyige Salaka. Lapangan ini banyak fungsinya, termasuk tempat diadakannya berbagai upacara yang terkait dengan kerajaan dan kehidupan rakyat Tidore. Selain itu, di pinggir lapangan terdapat beberapa makam keluarga kerajaan yang masih terawat hingga kini.
Kedaton ini sudah berdiri sejak abad ke-15. Pada waktu itu, pusat Kesultanan Tidore masih berada di Rum dengan bangunan yang masih bernama Kedaton Selawaring. Bangunan Kedaton ini pun masih belum sebesar saat ini, namun sudah memiliki pengaruh besar terhadap embrio sejarah perjuangan Kesultanan Tidore. Selanjutnya, Kedaton pun sempat dipindahkan ke wilayah Toloa dengan berbagai alasan yang sifatnya strategis. Kala itu, Kedaton di dalam pimpinan Sultan Alaudin Syah dan bernama Kedaton Biji Nagara.
Namun, selama lebih dari 24 tahun, aktivitas Kedaton kurang berkembang. Sang Sultan pun memerintahkan para penasehat Kerajaan untuk mencari jalan keluarnya. Akhirnya, para penasehat kerajaan pun menyimpulkan bahwa posisi Kedaton di Toloa lah yang menjadi penyebabnya. Mereka menilai bahwa seharusnya Kerajaan berada di wilayah matahari terbit. Maka sang Sultan pun mengambil keputusan untuk memindahkan Kedaton ke wilayah Soasio dan mengganti nama Kedaton menjadi Kedaton Kie yang berarti gunung.
Lokasi pemindahan ini menjadi lokasi terakhir Kedaton hingga kini. Kedaton Kie juga sudah melewati banyak sekali masa pasang surut, termasuk masa dimana Kedaton ditinggalkan selama kurang lebih 42 tahun karena ulah Belanda. Pada masa awalnya, Kedaton Kie hanya terbuat dari dinding bambu dan alang-alang sebagai atap, namun seiring perkembangan jaman Kedaton pun melewati beberapa kali renovasi hingga menjadi seperti sekarang yang kokoh berdiri di bawah pondasi beton, berdinding bata, dan beratapkan genting dan seng. Namun demikian, bentuk Kedaton pun masih dipertahankan sesuai bentuk pertama ketika dibangun, hanya saja mendapat beberapa tambahan bangunan sesuai kebutuhan.
Kedaton Kie berada sangat dekat dengan pusat kota. Bangunan ini berada di sebuah bukit yang langsung menghadap lautan dengan tujuan mempermudah proses pengawasan musuh yang mengancam. Kedaton ini dilengkapi dengan sebuah lapangan besar yang disebut dengan Sonyige Salaka. Lapangan ini banyak fungsinya, termasuk tempat diadakannya berbagai upacara yang terkait dengan kerajaan dan kehidupan rakyat Tidore. Selain itu, di pinggir lapangan terdapat beberapa makam keluarga kerajaan yang masih terawat hingga kini.
Untuk bagian dalam Kedaton, memang tidak terlalu sama dengan kondisi di masa lalu. Situasi bagian dalam Kedaton sudah sangat modern dengan berbagai furnitur dan struktur bangunan modern. Lantai yang tadinya kayu pun sudah diganti menjadi marmer dan kini terlihat sangat mewah. Memasuki pintu masuk yang sangat besar, sebuah singgasana Sultan lengkap dengan panji-panjinya pun siap menyambut kedatangan kita. Di seluruh dinding bagian dalam terdapat banyak lukisan dan foto para Sultan terdahulu disertai dengan benda-benda miliki Kesultanan. Kedaton ini memang tampak modern, namun berbagai benda khas Kedaton membuat situasi agung dan mewah masih terasa di tempat ini.
Kini, Kedaton masih berfungsi menjadi tempat tinggal Sultan. Namun, pekerjaan Sang Sultan membuat Kedaton ini seringkali ditinggal keluar kota. Selain sebagai tempat tinggal, Kedaton juga berfungsi sebagai Museum yang memamerkan berbagai benda koleksi Kesultanan. Siapapun juga diperbolehkan mengunjungi Kedaton Kie sebagai tempat wisata, hanya saja harus pada jam-jam berkunjung yang sudah ditetapkan. Untuk menjaga kelestariannya, maka Kedaton Kie di bawah pengawasan Dinas Pariwisata Tidore Kepulauan dan keberadaanya membutuhkan kepedulian dari kita semua agar warisan sejarah dan budaya Tidore ini tetap terjaga hingga generasi mendatang .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar