Mobil yang kami kendarai berlabuh pada sebuah pelabuhan kecil yang tidak begitu ramai. Suasana cukup tenang dan tidak padat layaknya pelabuhan pada umumnya. Kondisi ini sangat membantu kami untuk melewati hari yang cukup terik ini. Angin laut yang bertiup mesra masih terasa di sela-sela kulit kami. 30 menit kami lewati dengan ferry dari pelabuhan Ternate dan akhirnya, kami pun menginjakkan kaki di Pulau Tidore.
Kesan pertama kami saat tiba di Tidore adalah ketenangannya. Mungkin situasi ini cukup signifikan dari Ternate yang lebih ramai dan padat. Kondisi jalan di Tidore sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Ternate, hanya saja jauh lebih sepi. Kami penasaran kenapa pulau ini begitu sepi, padahal bila dibandingkan Ternate, Pulau Tidore memiliki wilayah yang lebih luas. Rasa penasaran ini pun kami bawa hingga kami sampai di wilayah pusat kota Tidore.
Saat itu jam kami menunjukkan 08.00 Waktu Indonesia Timur. Di Ternate, jam 8 adalah waktu dimana pasar mulai ramai dan aktifitas pun dimulai. Namun tidak demikian dengan Tidore, kami merasakan aura yang cukup santai di tempat ini, toko-toko belum buka, pasar pun masih sepi, kami pun terpaksa menahan lapar karena belum ada warung yang buka, padahal kami berada tepat di pusat kota Tidore. Sekitar 1 jam kami berkeliling di antara sepinya kota, akhirnya kami menemukan warung nasi yang buka, itu pun milik seorang perantau asal Jawa. Kami berbincang sedikit dengan pemilik warung mengenai sepinya kota ini dan menurutnya kondisi ini sudah biasa terjadi di Tidore karena penduduknya pun memang tidak sepadat Ternate.
Kesan pertama kami saat tiba di Tidore adalah ketenangannya. Mungkin situasi ini cukup signifikan dari Ternate yang lebih ramai dan padat. Kondisi jalan di Tidore sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Ternate, hanya saja jauh lebih sepi. Kami penasaran kenapa pulau ini begitu sepi, padahal bila dibandingkan Ternate, Pulau Tidore memiliki wilayah yang lebih luas. Rasa penasaran ini pun kami bawa hingga kami sampai di wilayah pusat kota Tidore.
Saat itu jam kami menunjukkan 08.00 Waktu Indonesia Timur. Di Ternate, jam 8 adalah waktu dimana pasar mulai ramai dan aktifitas pun dimulai. Namun tidak demikian dengan Tidore, kami merasakan aura yang cukup santai di tempat ini, toko-toko belum buka, pasar pun masih sepi, kami pun terpaksa menahan lapar karena belum ada warung yang buka, padahal kami berada tepat di pusat kota Tidore. Sekitar 1 jam kami berkeliling di antara sepinya kota, akhirnya kami menemukan warung nasi yang buka, itu pun milik seorang perantau asal Jawa. Kami berbincang sedikit dengan pemilik warung mengenai sepinya kota ini dan menurutnya kondisi ini sudah biasa terjadi di Tidore karena penduduknya pun memang tidak sepadat Ternate.
Pukul 09.00 jalanan sudah terlihat lebih hidup. Banyak Becak Motor yang begitu khas sudah berlalu-lalang di jalanan. Toko-toko dan pasar pun sudah memulai aktifitasnya. Kehidupan kota sudah mulai terasa, namun suasana lenggang memang masih tidak dapat dihindari. Penduduk kota ini tampak santai menjalani aktifitas mereka. Seusai makan pagi, kami pun menuju kedaton Tidore untuk bersilahturahmi.
Tidore adalah sebuah kesultanan yang cukup terkenal di Maluku utara. Pada masa lampau, Tidore adalah salah satu kerajaan terkuat diantara 4 kerajaan Maluku utara yang termahsyur hingga daratan Eropa. Wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore meliputi hampir seluruh perairan Maluku Utara hingga seluruh daratan Papua. Tidore merupakan penghasil utama Cengkeh dan Pala yang pada saat itu menjadi rempah utama incaran bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda. Keunggulan ini menjadi kebanggaan masyarakat Tidore sejak dulu hingga masa sekarang ini.
Masyarakat Tidore ternyata cukup bermartabat tinggi dan tidak mau berkompromi dengan penjajah. Hal ini disampaikan oleh salah seorang penjaga Kedaton Tidore yang kami ajak berbincang mengenai situasi masyarakat setempat. Sejak jaman dahulu, tidak ada satu masa pun dimana Sultan bekerjasama dengan bangsa asing yang berusaha untuk menguasai. Salah satu Sultan yang begitu terkenal karena kepahlawanannya melawan penjajah adalah Sultan Nuku yang kini dinobatkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Latar belakang ini menjadi bukti bahwa penduduk Tidore sangat bangga terhadap tanah airnya dan cukup tertutup terhadap pengaruh dari luar.
Tidore sangat kaya akan sejarah. Hampir seluruh tempat wisata yang ada di Tidore mempunyai kaitan dengan sejarah masa lalu Tidore. Sebut saja Benteng Tore dan Tahula yang berlatar belakang pendudukan Portugis serta Spanyol, atau Kedaton Tidore yang bertahan selama ratusan tahun, juga beberapa situs seperti pantai dan pemandian air panas yang menjadi tempat terkenal sejak masa lampau. Tidore memiliki kisah sejarah yang luar biasa, selain itu masyarakat aslinya pun begitu mencintai Kesultanan Tidore hingga cukup tertutup terhadap pengaruh luar. Kesimpulan ini menjadi alasan yang cukup kuat bagi kami untuk menjawab rasa penasaran kami tentang kondisi sepi Tidore yang sangat bertolak belakang dengan Ternate. Menurut Sejarah, Ternate memang lebih terbuka terhadap perubahan dan pendatang serta pengaruh luar. Sedangkan Tidore adalah sebaliknya, dimana kebanggan terhadap wibawa Tidore adalah nomor satu di atas penerimaan terhadap pengaruh budaya luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar